Stoikiometri
a Tahap awal stoikiometri
Di awal kimia, aspek kuantitatif perubahan kimia, yakni stoikiometri
reaksi kimia, tidak mendapat banyak perhatian. Bahkan saat perhatian
telah diberikan, teknik dan alat percobaan tidak menghasilkan hasil yang
benar.
Salah satu contoh melibatkan teori flogiston. Flogistonis mencoba
menjelaskan fenomena pembakaran dengan istilah “zat dapat terbakar”.
Menurut para flogitonis, pembakaran adalah pelepasan zat dapat etrbakar
(dari zat yang terbakar). Zat ini yang kemudian disebut ”flogiston”.
Berdasarkan teori ini, mereka mendefinisikan pembakaran sebagai
pelepasan flogiston dari zat terbakar. Perubahan massa kayu bila
terbakar cocok dengan baik dengan teori ini. Namun, perubahan massa
logam ketika dikalsinasi tidak cocok dengan teori ini. Walaupun demikian
flogistonis menerima bahwa kedua proses tersebut pada dasarnya identik.
Peningkatan massa logam terkalsinasi adalah merupakan fakta. Flogistonis
berusaha menjelaskan anomali ini dengan menyatakan bahwa flogiston
bermassa negatif.
Filsuf dari Flanders Jan Baptista van Helmont (1579-1644) melakukan
percobaan “willow” yang terkenal. Ia menumbuhkan bibit willow setelah
mengukur massa pot bunga dan tanahnya. Karena tidak ada perubahan massa
pot bunga dan tanah saat benihnya tumbuh, ia menganggap bahwa massa yang
didapatkan hanya karena air yang masuk ke bijih. Ia menyimpulkan bahwa
“akar semua materi adalah air”. Berdasarkan pandangan saat ini,
hipotesis dan percobaannya jauh dari sempurna, tetapi teorinya adalah
contoh yang baik dari sikap aspek kimia kuantitatif yang sedang tumbuh.
Helmont mengenali pentingnya stoikiometri, dan jelas mendahului
zamannya.
Di akhir abad 18, kimiawan Jerman Jeremias Benjamin Richter (1762-1807)
menemukan konsep ekuivalen (dalam istilah kimia modern ekuivalen kimia)
dengan pengamatan teliti reaksi asam/basa, yakni hubungan kuantitatif
antara asam dan basa dalam reaksi netralisasi. Ekuivalen Richter, atau
yang sekarang disebut ekuivalen kimia, mengindikasikan sejumlah tertentu
materi dalam reaksi. Satu ekuivalen dalam netralisasi berkaitan dengan
hubungan antara sejumlah asam
dan sejumlah basa untuk mentralkannya. Pengetahuan yang tepat tentang ekuivalen sangat penting
untuk menghasilkan sabun dan serbuk mesiu yang baik. Jadi,
pengetahuan seperti ini sangat penting secara praktis. Pada saat yang
sama Lavoisier menetapkan hukum kekekalan massa, dan memberikan dasar
konsep ekuivalen dengan percobaannya yang akurat dan kreatif. Jadi,
stoikiometri yang menangani aspek kuantitatif reaksi kimia menjadi
metodologi dasar kimia. Semua hukum fundamental kimia, dari hukum
kekekalan massa, hukum perbandingan tetap sampai hukum reaksi gas semua
didasarkan stoikiometri. Hukum-hukum fundamental ini merupakan dasar
teori atom, dan secara konsisten dijelaskan dengan teori atom. Namun,
menarik untuk dicatat bahwa, konsep ekuivalen
digunakan sebelum teori atom dikenalkan.
b Massa atom relatif dan massa atom
Dalton mengenali bahwa penting untuk menentukan massa setiap atom
karena massanya bervariasi untuk setiap jenis atom. Atom sangat kecil
sehingga tidak mungkin menentukan massa satu atom. Maka ia memfokuskan
pada nilai relatif massa dan membuat tabel massa atom (gambar 1.3) untuk
pertamakalinya dalam sejarah manusia. Dalam tabelnya, massa unsur
teringan, hidrogen ditetapkannya satu sebagai standar (H = 1). Massa
atom adalah nilai relatif, artinya suatu rasio
tanpa dimensi. Walaupun beberapa massa atomnya berbeda dengan nilai
modern, sebagian besar nilai-nilai yang diusulkannya dalam rentang
kecocokan dengan nilai saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa ide dan
percobaannya benar.
Massa atom hidrogen = 1 x (100/16) = 6,25 (6,3), massa atom karbon = 12 x
(100/16)=75,0 Massa atom hampir semua unsur sangat dekat dengan
bilangan bulat, yakni kelipatan bulat massa atom hidrogen. Hal ini
merupakan kosekuensi alami fakta bahwa massa atom hidrogen sama
dengan massa proton, yang selanjutnya hampir sama dengan massa neutron,
dan massa elektron sangat kecil hingga dapat diabaikan. Namun, sebagian
besar unsur yang ada secara alami adalah campuran beberapa isotop, dan
massa atom bergantung pada distribusi isotop. Misalnya, massa atom
hidrogen dan oksigen adalah 1,00704 dan 15,9994. Massa atom oksigen
sangat dekat dengan nilai 16 agak sedikit lebih kecil.
Contoh Soal 1.2 Perhitungan massa atom. Hitung massa atom magnesium
dengan menggunakan distribsui isotop berikut: 24Mg: 78,70%; 25Mg:
10,13%, 26Mg: 11,17%.
Jawab:
0,7870 x 24 + 0,1013 x 25 +0,1117 x 26 = 18,89+2,533+2,904 = 24,327(amu;
lihat bab 1.3(e)) Massa atom Mg = 18,89 + 2,533 + 2,904 =24.327 (amu).
Perbedaan kecil dari massa atom yang ditemukan di tabel periodik (24.305) hasil dari perbedaan cara dalam membulatkan angkanya.
c Massa molekul dan massa rumus Setiap senyawa didefinisikan oelh rumus
kimia yang mengindikasikan jenis dan jumlah atom yang menyususn senyawa
tersebut. Massa rumus (atau massa rumus kimia) didefinisikan sebagai
jumlah massa atom berdasarkan jenis dan jumlah atom yang terdefinisi
dalam rumus kimianya.
Rumus kimia molekul disebut rumus molekul, dan massa rumus kimianya
disebut dengan massa molekul.5 Misalkan, rumus molekul karbon dioksida
adalah CO2, dan massa molekularnya adalah 12 +(2x 6)
= 44. Seperti pada massa atom, baik massa rumus dan massa molekul tidak harus bilangan bulat.
Misalnya, massa molekul hidrogen khlorida HCl adalah 36,5. Bahkan bila
jenis dan jumlah atom yang menyusun molekul identik, dua molekul mungkin
memiliki massa molekular yang berbeda bila ada isostop berbeda yang
terlibat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar